Wahai laut yang temaram, apalah arti memiliki?
Ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami
Sejatinya, hidup kita bukanlah milik kita sendiri. Apa-apa yang ada di sekeliling kita hanyalah titipan dari Sang Pemilik. Jika semua dimiliki dengan rasa memiliki hanya karena dititipkan, tidak akan ada tempat kecewa berdiam dalam hati. Jika titipan itu diambil, memang sudah waktunya pergi. Relakan saja. Suka atau tidak suka, itu hanya persoalan yang kau cipta sendiri dan kau beri label sendiri.
Wahai laut yang lengang, apalah arti kehilangan?
Ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan
dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan
Saat kamu ingin meraih sesuatu, di sisi lain, sadar atau tidak mengorbankan sesuatu dalam usaha memperoleh impianmu. Ingat, ketika kamu ingin meraih pendidikan yang lebih tinggi, kamu pergi merantau, meninggalkan kampung halaman dan orang-orang tercinta. Kebersamaan yang selama ini kau miliki, kau korbankan karena sebuah harapan masa depan. Saat kau menemukan kehidupan barumu di tanah rantau, ada banyak momen kebersamaan yang kau relakan untuk hilang di saat yang bersamaan. Dan di saat yang bersamaan, keluarga di kampung halaman dipertemukan dengan sebuah bentuk kebersamaan dengan nilai yang baru tanpa kehadiran kita ada disana. Semua dihadirkan Sang Pemilik Kehilangan dengan sebuah keseimbangan bagi kehidupan baru kita. Sungguh hanya Dia yang telah mencukupkan.
Wahai laut yang sunyi, apalah arti cinta?
Ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah
Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun
Kamu pernah menangis saat impianmu tercapai? Pernah menangis saat membuat ibumu bahagia? Pernah menangis saat ayah menyembunyikan bahagianya. Menangis itu membuat hatimu terpuaskan, begitu bukan?.. Air mata tangismu akan mengeluarkan seluruh uneg uneg yang tidak tertumpahkan dan mengeluarkan seluruh inginmu yang tidak tersampaikan. Menangis itu adalah bentuk kekayaan hati yang dititipkan Tuhan yang melukiskan tentang keindahan sebuah perasaan. Tangis adalah bentuk kepasrahan pada Sang Pemilik, bahwa kita butuh Tuhan dalam kehidupan kita. Sangat indah bukan?
Wahai laut yang gelap, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan
Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu
Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja
Saat rindu memanggil, tentu ada jarak yang menciptakannya. Saat jarak itu tak bisa dikuasai hadirlah riak rindu yang membuat seluruh pikiranmu terkuras. Rindu biarkanlah bersemayam dengan hujan. Seperti hujan sore ini. Alirkan pada hujan yang membasahi bumi. Biarkan hujan yang membawa rindu itu pada muaranya.
#afternoon on a rainy november
@Buitenzorg
NB: tulisan yang dicetak miring, kutipan sajak dari novel Rindu milik Tere Liye
aish menyentuh sekali, hujan sore yang menyenangkan di kota Bogor 🙂
kotaku pun hujan
Alhamdulilllaaahh, allohumma shayyiban naafi’a
Dalam banget. Menerima sesuatu yang baru terkadang bersamaan dengan melepaskan sesuatu yang lama .. eh .. terkadang … ataukah sering ya? Ataukah selalu?
hehe iya bunda, kayaknya selalu begitu ya, jadi lebih paham sekarang 🙂
Perenungan yang dalam…terimakasih,ya Mak. Love it! 🙂
Trimakasih Mak Mutia , smoga brmanfaat ya ^^
Pingback: Tentang Kehilangan dan Memiliki - LANGIT MIMPI